Sabtu, 12 November 2011

LENTERA DANAU LACT SEPT-ILES


-Perjalanan cintaku tlah habis di makan waktu.Sekarang saatnya ku labuhkan diriku dibumi yang ku     injak ini-

          Ku baca berkali-kali tulisan yang condong kea rah timur laut ini tanpa tau apa maksudnya. “akhi,itu surat terakhir Madon yang diamanahkan kepada ambo”.Zaky,sahabatku sejak didalam kandungan memandangiku dengan wajah pucat sambil merobek-robek tisu yang ada ditangannya.
“nggak ky,waang jangan becanda ky…….ambo tau waang pasti boong,gak ky……Madon belum mati ky….itu gak mungkin” .
         
          Ku tutup muka pucat ku ini dengan kedua tanganku sambil meremas kertas yang hampir koyak karena bercampur dengan keringat dan air mataku.”gak….gak mungkin,,,,,,MAADOOONN”,teriakku sambil menepis arus danau Lact Sept-Iles yang tepat berada di depan pelupuk mataku.
             
Ku alih pandanganku ke ujung horizon.Deretan pegunungan Lurentides memutar otakku ke dua tahun silam saat aku dan Madon berkenalan di puncak Gunung Marapi di ranah kelahiranku.Ku picingkan mata sekuat hati dan kubiarkan rasa ini tenggelam ke dasar Danau Lact Sept-Iles.”Bang,ikhlaskan sajalah dia…..kau itu tampan,,,,masih banyak orang yang mau sama kau itu..”,sesayup suara terdengar dari belakangku,membuat hati ku ini luruh ke inti bumi.”bagi kalian Madon memang tak penting,tapi bagi ambo matinya Madon adalah matinya ambo”,kataku menepis segala ricuh di senja itu.

          Langkah kaki ini begitu berat,serasa ada tambang dari danau yang menahan kakiku ini.Ku masukkan ke dua tanganku ke dalam saku jaket  tebal yang ku kenakan sambil meremas kembali surat terakhir Madon yang di tujukan untukku.



         
          Hawa dingin danau Lact Sept-Iles merasuk sampai ke tulang rusukku.Ku pandangi lagi surat Madon yang telah berwarna coklat seperti daun maple yang berguguran dihadapanku.
“sorry…is it Lact Sept-Iles…..???”.sesosok suara datang dari sampingku.”maaf…oup…sorry…pardon me…!!!”kata ku.Gadis berambut coklat itu tersenyum dan menyodorkan tangannya padaku.”Maaf,kamu orang Indonesia…????...bisa berbahasa Indonesia????”.”Iyo,ambo orang Indonesia,dari padang…”,jawabku.
Sesaat hawa berubah menjadi panas.Aku pandangi terus sebuah benda yang dikalungi di leher gadis itu.”kamu belinya di mana….????”Tanya ku  ragu-ragu.”oh kalung ini,,,,,ini ibu aku yang kasih…..gambar kalung ini sesuai dengan namaku ,,,,,Lentera”,jawabnya dengan singkat.
Setelah bercakap-cakap dengan gadis yang bernama Lentera ini,Lentera di hati pun kembali bersinar.Ku pandangi lagi dan lagi surat tua Madon.”Madon,apakah kau akan menjelma sebagai lentera…??”,tanyaku dalam hati.Hati ku ini serasa tidak karuan.Setelah bertemu dengan Lentera ,aku mendadak amnesia dan membiarkan kenangan-kenangan bersama Madon di bawa angin dingin Lact Sept-Iles.


          Tiga tahun aku berjuang di Kanada bersama tiga konco palangkinku,berniat di awal setelah mendapatkan gelar Master nanti,kami akan pulang dari perantauan untuk meminang gadis pilihan kami.”woi abang,,,bagaimana kau ini….katanya pingin cepat dapat gelar master…..belajar saja kau malas”,sebuah tepukan dari raja di hantamkan ke pundak ku yang kekar ini.”waang ko lai ja,,,percuma ambo mandapekan gelar tu,,,,,,,,,siapo nan ka ambo pinang di kampuang ja…”kataku sambil membalas hantaman Raja.Sesaat kami terdiam ,dan muncul sebuah pertanyaan pamungkas dari Zaky.”Hakim,waang suko ka si Lentera…???”,aku terdiam,lidahku serasa kaku tidak bisa di julurkan seperti biasanya.”Dulu waang bilang matinya Madon adalah matinya waang,,,,,tapi..sekarang waang malah terlena samo Lentera….apo waang ndak kasian samo Madon….???? Tanah kuburannyo se masih basah….”,sebuah ucapan dari Zaky menggigit telinga ku.Aku simpan amarahku di dalam hati mengingat ini juga kesalahanku.

          Bercakap-cakap tentang Lentera,aku teringat padanya.Sudah tiga hari Lentera tidak ke danau.Ku ambil sehelai  euro yang sengaja ku simpan di sebo kebanggan ku.Ser-sisco no.13,sebuah alamat yang akan ku kunjungi hari ini.

          Berselimuti shall pemberian Madon,Aku berjalan gontai menuju sebuah kamar di apartmen Sisco.“excuse me”,kataku sambil menyodorkan sehelai kertas kepada seorang wanita tua yang berdiri di belakang meja informasi.Di kanada semuanya berbahasa prancis,bahasa inggris hanya boleh di pakai saat penyampaian mata kuliah.biasanya aku mengandalkan Zaky yang fasih berbahasa prancis saat berada di luar asrama.Tapi tidak untuk hari ini.”No,Lentera no….hmm….we did’t have a guess named Lentera”,kata wanita tua itu dengan tepatah-patah.”check it again mam…please”,rengekku.
Sudah berkali-kali wanita itu mencari nama Lentera,tetapi tak ada satupun yang bernama Lentera.

          Sesaat,sebuah benda putih lembut dan basah jatuh di pipi ku.Dan saat itu juga terdengar suara raja dari atas asrama.”Haaaakiiiiimmmm……..ada salju euy,seperti es tebak di kampong kau,”teriaknya.Untunglah hanya kami ber tiga yang mengerti bahasa Indonesia di disini,sehingga aku tak perlu menyembunyikan Maluku karena tingkah keudikan Raja.”iyooo  ja……mirip es tebak”balas ku.
          Di belakangku terdengar teriakan Zaky yang sayup-sayup karena banyaknya salju yang turun menghalangi gelombang suaranya.”Ky….ambo di siko”teriakku sekeras mungkin.Zaky terus berlari menuju ke bekas pijakanku.Wajahnya pucat dan suaranya pun bergetar.”Hakiim baco ko a”pintanya.Sebuah Koran usang dari Jakarta.Di sebuah kolom besar tertulis judul korban kecelakaan pesawat merpati jurusasn Jakarta-amerika.”Yo,,,,ky lah amboikhlaskan Madon nyo ky”,kataku.”Indak,yang nomor duo terakhir”,katanya.Dengan sedikit bingung ku baca dengan teliti sebuah nama di nomor dua terakhir.”Lentera Alam M.,,”,aku terdiam sambil menatap Zaky.”Hakim,waang pernah bilang Lentera tingga di Sisco kan…???”Tanya Zaky sontak.”Iyo ky”jawabku.

          Sekejap Zaky menarik tanganku dan membawaku kembali ke Sisco .Tepat di hadapan kamar dengan no.13,seorang wanita paroh baya keluar dan menatap kami sambil tersenyum.”Maaf,anda ibunya Lentera???”Tanya Zaky kepada wanita itu tanpa basa basi.”Iya,,saya ibunya almarhumah Lentera “,jawabnya bingung.Tak ku duga,kaki kekarku yang biasa ku bawa berlari kemana-mana runtuh tak berdaya.Wanita itu melihatkan foto se sosok wajah gadis manis dengan kalung lentera dilehernya.Tepat,memang Lentera.”Dia meninggal saat kecelakaan pesawat tiga bulan yang lalu,dan lenteranya hilang”,jelas wanita itu yang akhir-akhir ku tahu namanya bu Dewi.
”Kim,tadi ambo dapat kiriman dari ayahnya Madon,apa ada hubungannya ya..???”.Sebuah bingkisan kecil diberikan kepada ku.Di dalam bingkisan itu terdapat tulisan yang tak asing lagi di mataku .punya Lentera.Hanya kalimat singkat itu,tidak ada surat yang lain di dalam bingkisan merah itu.Sebuah benda yang juga taka sing di mataku keluar dari bingkisan itu.”Ini kalungnya Lentera”,kataku dengan gagu.Aku semakin tidak mengerti dengan apa yang terjadi.

”Madon,,,,Lentera…….apa sebenarnya ini….????”.sebuah pertanyaan yang sampai detik ini selalu terngiang di telingaku…    

***END***

by:  UTARI INTAN PERTIWI
Inspired by my self….

cerita ini hanya fiktif belaka,apabila terdapat kesamaan nama,tempat atau kejadian bukan kesalahan saya……..HARAP MAKLUM…..

2 komentar:

  1. hmm awalnya sempat bingung,, tapi akhirnya ngerti,, :)

    BalasHapus
  2. hahahaha...
    jelek y mbak...???

    aku baru belajar...
    hahahahaha...

    BalasHapus